Tuesday, October 27, 2015

Camp Ala Blogger Camp 2015

Dalam rangka memperingati Hari Blogger Nasional, para sesepuh blogger Indonesia akhirnya membuat acara kumpul-kumpul. Acara tersebut diwakili dengan nama akun twitter @bloggercampid. 

Acara ini sudah lama dinantikan oleh para blogger, karena acara sejenis ini, yang notabene menjadi ajang-ajang kumpul telah lama vakum dan hibernasi sejenak. Mungkin, hal tersebut yang menjadikan dasar mengapa acara seperti ini dihidupkan kembali.

Dengan mengusung tema “Membangun Kredibilitas Blog”, acara ini siap digelar. Para peserta yang ikut juga tak main-main, banyak para blogger senior ataupun blogger cupu macem gue ini. Tapi, menurut gue, dengan tema seperti hal di atas, panitia bakal sukses mengadakan acaranya.

Yaiyalah, kredibilitas blog saat ini sangat diperhatikan oleh masing-masing blogger. Mungkin karena pengakuan dari sesame blogger ataupun blognya menjadi dasar setiap orang mencari berita.

By the way, blogger camp ini tidak hanya diadakan di satu kota saja, melainkan di empat kota. Yaitu, Jakarta, Purwokerto, Surabaya dan Makasar. Acaranya dibuat serentak, mulai dari 26 – 27 Oktober 2015. Sehingga, kalau kalian melihat lini masa twitter, mungkin banyak hastag-hastag seperti #bloggercampid, #lovekonten dan #JKT/#MKS/#SBY/#PWR.

Pada kesempatan kali ini, gue akhirnya mengikutkan diri, setelah blog gue hanya dipenuhi curhatan-curhatan galau dan mewek. Cukup sedih ya jadi gue. Hiks :(. Secara gue mau kenal siapa aja sih blogger yang lagi hits di abad ini.

Oke skip.

Kegiatan acara ini meliputi banyak hal seru. Pertama kali dimulai aja, peserta diajak untuk berkeliling Hotel Harris Tebet. Dari sekian banyak fasilitas yang dituju, seperti Kamar (Harris Room dan Suite Room), Fitness (Gym), Harris Butik dan Meeting Room. Banyak kan, ya?. Kalo gue sendiri, sih,  favorit ke bagian Fitness dan Spa-nya. Ya, mau gimana lagi, karena belom ada kesempatan buat ngikutin fitness secara resmi, jadilah gue cuma mengagumi fasilitasnya.

Sumber : Dokumen Pribadi


Kemudian, setelah mengunjungi Harris Tebet, para peserta dibagi menjadi dua rombongan, saat pembagian bus ke lokasi tujuan, yaitu Hulu Cai, Bogor. Gue sendiri berada di bus kedua, dengan Mas Alex sebagai MC-nya, perwakilan dari Juara Agency. Anyway, pantesan badannya jadi, dia juga merupakan orang Golds Gym, toh. Pantes aja badannya ‘jadi’.

Bagi-bagi hadiah pun jadi menarik di sana, mulai dari live tweet mengenai Bluebird Group, post foto sandal dari Harris Tebet dan menjajal pisang dengan kulitnya yang bisa dimakan oleh SunPride. Oke untuk kulit pisang yang langsung bisa dimakan, itu bohong.

Sesampainya di Hulu Cai, pukul 17.30, lalu disambut dengan makan malam. Gue paling semangat untuk acara makan mah, secara belom makan dari beberapa hari lalu. Hahaha, bercanda. Setelah makan, dilanjutkan dengan pembagian tenda.

Gue, yang sehabis ibadah, bingung dong ada di tenda mana, karena gue gak mendengarkan. Mencari dimana dimana tenda gue berada.

Acara malam dimulai dengan sharing-sharing ala-ala lucu. Dari sharing dari @ndorokakung, Pakdhe Wilung dan Mba Nuniek (yang ternyata sesepuh blog), sampai media yang mendukung acara ini yaitu Net Media.

Net Media menerangkan Net Citizen Journalism, itu semacem gimana sih caranya jadi Jurnalis Rakyat yang selalu melaporkan apa yang terjadi secara nyata di kalangan masyarakat. Baik dari video, tulisan ataupun video dicampur tulisan.

Kayanya gue mesti ikutan Net CJ, nih, hadiahnya lumayaan, bro. Bisa biayain gue naik gununglaaah.

Membangun Kredibilitas Blog

Tema untuk Talkshow yang dimoderatori oleh Ndorokakung ini, sangat menyenangkan. Dari beliau yang sangat sekali guyon, dan juga gue sempat ngobrol-ngobrol saat sarapan dengan beliau. Ternyata beliau memang mengasyikkan.


Ngobrol bareng @ndorokakung
Sumber : @NegeriID


Kembali ke tema talkshow-nya,

Dari para pembicara seperti Mas Iman Brotoseno (@imanbr), kemudian Mas Nirwan dan juga Mas Maulana sebagai perwakilan dari twitter. Banyak hal yang gue dapat dari gimana sih cara kita bangun kredibilitas blog sendiri.

1. Sering Menulis

Karena menulis itu adalah bakat setiap orang, jadi jika orang yang ingin menjadi penulis, tetapi jarang latihan. Jangan harap bisa menjadi penulis yang mempunyai branding sendiri.

2. Jadilah Penulis yang Spesifik

Kemudian, selain latihan menulis yang selalu terus dikerjakan. Ada baiknya, kita perlu memilih, maunya menjadi penulis seperti apa. Jadi penulis spesifik atau penulis yang general. Keputusan seperti itu, bisa kita buat sendiri tanpa melibatkan orang lain.

3. Sebelum menulis, perlu mencari riset yang mumpuni

Menurut gue, sih, bener bangeet. Seenggaknya, kita juga tau apa sih yang bakal kita tulis. Walaupun sebenernya kita sudah melewati atau mengalaminya.  Seakan, kita itu mesti tau, apa yang menjadi dasar kita menulis tentang hal tersebut.



 Sumber : Dokumen Pribadi

Oh iya, Blogger Camp 2015 didukung oleh Indosat Love, Net Media, Sunpride ID, Tauzia Hotels, Juara , Bluebird Group dan masih banyak media lainnya.

Ah, kegiatannya masih ada yang seru, nih. Padahal mau ketemu @arievrahman. Tapi kayanya belum dateng. 

By the way, udah dulu, yaaa guys, masih mau ikut acara lain.

Saturday, October 24, 2015

Lebaran Malah Naik Gunung Sumbing

“Bro, gue cari tempat ngecamp dulu, ya!” Informasi dari Herdi yang masih semangat mendaki di jam 12.30 malam.

“Iya Bro.” Jawab gue dengan setengah sadar


“Weeeey Ben ada, nih!” Teriak Herdi dari kejauhan



“Weeeey…..” Teriakan Herdi kembali, yang masih tak terdengar oleh gue. Sementara gue lagi asyik ngobrol sama Jafar.
***

Sepenggal percakapan di atas adalah kisah kami bertiga di Pos Pestan ketika kami mendaki gunung Sumbing, sebuah  gunung yang terletak di Jawa Tengah, tepatnya di dekat wilayah Wonosobo.

Tepat setahun yang lalu,  gue beserta dua teman yang lain mencoba mendaki di hari yang penuh berkah ini. Mendaki di lebaran kedua hari raya.  Agak was-was sebenarnya.

Takut dikutuk jadi batu ataupun diusir dari rumah, karena pas lebaran malah naik gunung. Bayangkan aja, seharusnya di hari raya kemenangan nan fitri ini, malah bepergian atau pun mendaki gunung.

Proses mendaki ini ga gampang, dari minta izin ke orang tua, izin ke pacar (bagi yang punya), ataupun izin ke gebetan masing-masing.

Awalnya, kita melakukan pembelian tiket kereta, karena jika naik bis, gue khawatir bakalan mengalami macet di jalan.

Agak gak enak juga, sih, karena kita membeli tiket kereta mudik. Kasihan yang pada mau mudik, malah tiketnya kita ambil. :((

Mungkin, mudikers (red: para pemudik), akan menghantam kami bertiga jika tau mereka kehabisan tiket karena ada yang mau naik gunung. Mungkin juga, gue dan teman-teman dapat menjadi ‘sampah’ hujatan mereka.

Duh gue negatif aja pikirannya.

Tapi, mungkin juga….

Ah mungkin mulu.

Kami bertiga menaiki kereta Serayu Malam, karena Serayu Pagi gak kebagian. Jayus lo! Gue dalam hati, mending ketemu cewe di depan saat duduk, daripada ketemu Bapak-bapak yang sok-sok tidur di kereta.

 Tersangka
Sumber : Dokumen Pribadi

Tebakan gue bener, kami bertiga berdepan-depanan dengan ibu dan anaknya yang lagi mudik. Anaknya masih kecil, lucu gitu. Jadi kepengen punya anak. Gue berarti harus latihan dulu nih, gimana cara bikin anaknya. *lho*

Singkat kata, kami sampai di Stasiun Purwokerta pukul 07.00 pagi.

“Ben, kenapa dilewatin?”

“Bagian mana?”

“Bagian latihan bikin anaknya.” *ngasih link JAV*

Setelah, melakukan MCK. Kami berangkat ke Terminal Purwokerto. Dengan sepengetahuan tarif yang ala kadarnya, kami sukses sampai di Terminal dan ditipu mentah-mentah oleh calo bleng**k.

Ya bayangin aja, harga tiket ekonomi dijual dengan harga eksekutif. Kesel jadinya.

Ya secara gak ikhlas, kami menerima tawaran tersebut. Dan ketika naik, bener-bener kesel. Bis jadul, udah tua dan gak ada AC-nya. Di perjalanan pun, panas juga. Hiks, Hayati sebel.

Waktu perjalanan mencapai 3 jam dari Terminal Purwokerto ke Pos Pendakian Garung. Dengan pantat tepos dan hati yang kesel, kami berjalan lagi menuju pos pendaftaran. Sesampainya di sana, seperti biasa, yang ditugaskan mendaftar adalah Herdi, karena dia mempunyai latar belakang Mapala atau Apalah Aku Atuh.

Setelah mendaftar dan membaca peta, serta mendownload peta online di aplikasi Oruxmaps, kami bergegas melakukan persiapan. Persiapan air dengan derigen 5 liter pun sudah siap. Kemudian persiapan masing-masing, ada yang nelepon pacar ataupun selingkuhan. Karena saat itu, gue gak punya pacar, gue nelepon operator seluler.

 Orang ganteng sok sok baca peta dan peraturan
Sumber : Dokumen Pribadi


 
Mading Pendakian
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kami melakukan perjalanan pukul 5 sore. Sebenarnya, gue gak biasa mendaki malam, tetapi karena kami semua adalah pekerja buruh, yang dikejar waktu cuti, mau gak mau pendakian malam dilakukan. Kami tau konsekuensinya, dengan kami bertiga yang tidak mempunyai pengalaman di gunung ini, mungkin kami bakal nenda di jalan.

Untunglah, Oruxmaps, aplikasi GPS dan peta yang gue dapat dari thread di Kaskus OANC, membuat kita merasa aman. Ditambah di saat pendaftaran, kami mendapatkan peta kertas dari Ranger di bawah.

Di pos pendakian pertama, Jafar dengan tas barunya, mengeluh kesakitan. Karena letak torso yang gak sinkron dengan tulang belakang, jadilah ia menjadi-jadi, ditambah dengan dia membawa tenda.
Ya mau gimana lagi, yang tadinya gue mau jalan nyantai dengan tas yang ringan, kebagian tenda di Pos Pendakian Kedua. Jafar telah sangat kesakitan. Dia lebay ya ternyata, gak nyangka.

Tur Atur
Sumber : Dokumen Pribadi

Dan di saat gue bawa tenda dan air yang lumayan banyak, serta nesting di backpack, “Anjrit berat banget” dalam hati. Akhirnya kami melakukan perjalanan kembali dengan penggantian isi tas tersebut. Biasanya, gue selalu minta duluan pas naik, tapi kali ini, sebaiknya tetep bareng-bareng, karena sudah malam dan di situasi bahwa kami bertiga belum pernah mendaki gunung ini.

Semua pendakian berjalan normal sebelum mencapai Pos Pestan. Sesampainya di sana, lapak buat nenda menipis, karena saking banyaknya pendaki yang sudah ada di sana sejak sore.
Karena gue dan Jafar sudah kelelahan, jadilah pemimpin kita, Herdi, si penakluk wanita, yang mencari lapak yang dapat kami bangun tenda di atasnya.

“Bro, gue cari tempat ngecamp dulu, ya!”Informasi dari Herdi yang masih semangat mendaki di jam 12.30 malam.

“Iya Bro.” Jawab gue dengan setengah sadar

“Weeeey Ben ada, nih!” Teriak Herdi dari kejauhan

“Weeeey…..” Teriakan Herdi kembali, yang masih tak terdengar oleh gue. Sementara gue lagi asyik ngobrol sama Jafar.

Entah apa yang gue obrolkan dengan Jafar malam itu. Kemungkinan, si Jafar nanya Herdi dimana. Sebenarnya gue juga lupa apa yang diperbincangkan di sana, karena kebanyakan nanjak bareng dan curhat apapun. 

Pantat semok gue
Sumber : Dokumen Pribadi


Tiba-tiba Herdi datang dan ngomel-ngomel, “Eh sempak, gue panggilin daritadi, malah asyik ngobrol, kedinginan ini gue”. Dalam hati, gue bilang “Sama gue juga, Kampret.”. Apalagi hati yang sudah beku ini. Hiks.

Di malam itu, kami kedinginan saat mendirikan tenda, dan Jafar sedang kelelahan dan kesakitan. Setelah kami beberes dan makan malam (red: dini hari), Jafar muntah di tenda. Dan gue, dengan tatapan “Anjrit, lo ngapa muntah di tenda, sih”.

Ya untung aja, bukan matras gue yang kena, melainkan matrasnya Herdi.

Hahahaha. *tertawa berak*
*bersambung ke post selanjutnya*

Tuesday, October 13, 2015

Ke Papandayan Aja Nyasar!

“Tar tar, tunggu dulu.”

***

Mendaki gunung itu emang gampang (kalo kalian ngeliat film 5cm, sih), cuma janjian di stasiun kereta dan bawa kerdus indomie. Eh itu namanya malah mudik, ya. Hehe. Tapi ya karena film itu juga sih, setiap orang berlomba untuk bisa mendaki gunung. Gak peduli punya riwayat penyakitnya. Semua terhipnotis…

.

… macem kaya gue gini. Zzzz.


Mau dikatakan apalagi sih, emang bener nyatanya. Buktinya sekarang ini, beeeeeuh. Banyak amaat yang naik gunung. Apalagi gunung TNGP, syusaaah bener sekarang kalo nyari slot buat mendaki. Makanya sekarang banyak calo-nya deh tuh TNGP. Tapi tenang kalo gue maaaaaah……… ya pake calo juga sih.
Kenapa? Karena gue udah punya pengalaman saat melakukan pendaftaran saat normal. Ribet abis sekarang.

Ah, ganti topiklah.

Mendaki gunung itu perlu persiapan, misal peta, gps dan kompas. Sekarang, percaya deh, berapa persen sih pendaki yang bawa begituan ke gunung. Sedikit bro. Belum tau persennya, sih. Karena belum melakukan survey secara besar-besaran. Pernah sekali nanya temen gue, di saat kita lagi mau mendaki ke gunung yang belum sama sekali kita sentuh.

“Udah punya trek atau petanya belum?” Kata gue menanyakan persiapan yang sudah disusun rapih.

“Belom.”

“Lho kok belom?” Tanya gue dong, agak penasaran.

“Emang penting apa, jalurnya juga jelas, kok.” Bantahan temen gue.

Dari sana, gue yakin sih, temen gue yang udah jelas sering banget naik gunung aja, masih begitu kadang-kadang. Apalagi, para cabe-cabean yang sering naik pake celana senam/olahraga dan hotpants doang ke gunung.

Nah, pernah gak sih lo, udah punya peta dan gps bias nyasar?

Gue sayangnyaaaa kamu pernah.

***

Jadi ceritanya begini *ala ala dalang*

Sebelumnya, udah diterbitin tulisan buat prolognya. Kalian bisa baca di sini. Sampai pos pendaftaran kita siang hari, di pos Camp David. Otomatis rombongan kami melakukan persiapan pendakian dulu, pindah-pindahin tenda, makanan dan peralatan masak. Si rombongan yang bareng kami juga sama.

Lalu, setelah persiapan siap, kita mulai pendakian. Sekitar jam 4 atau 4.30 gitu. Ya lumayan sore-lah. Sebenernya, jarak dari pos pendakian awal ini cuma 1-2 jam ke pos campingnya. Tapi emang karena kesotoyan yang tiada duanya, kami ingin melakukan pendakian sampai pos camping yang di atas (yang sebenernya udah dilarang, ini baru kami ketahui setelah kejadian tersebut dari bapak-bapak ranger).

Dan juga cuma bermodalkan peta serta GPS yang tertera pada aplikasi Oruxmaps gue. Kami memulai pendakian yang bener, dong.

Kawah Pertama.

Kami ketika sampai di kawasan kawah yang pertama ini, masih yakin kalo “We are still on track”. Jam tangan menunjukkan pukul 5, kami masih foto-foto dengan background uap yang mengepul, ada yang gaya ngerokok, kentut (itu gue) dan yang biasa aja (tangan dilipet macem pejabat).

Setelah itu, kami mencoba maju, dari trek yang awal, kita ngelewatin hutan mati. Bukan, bukan hutan mati yang biasa buat foto-foto di atas sebelum Tanjakan Mamang itu. Melainkan hutan mati yang berbeda punggungan dari gunung ini. 



Kawasan Vegetasi

Adzan Maghrib berkumandang, kami sedang beristirahat setelah beberapa kali salah jalan. Maju kemudian mundur, terus maju lagi terus mundur lagi, cepat lama-lama menjadi lambat.

Udeh gausah mikir yang engga-engga. Ini emang kaya gitu kejadiannya, setelah maju beberapa meter, lalu salah jalan, kemudian mundur lagi. Awalnya kaki masih lincah sampe kaki, minta diurut-urut, terutama gue, yang lagi cantengan sakit kakinya.

Kami istirahat, cuaca sudah semakin gelap dan angin semakin kencang adanya. Kedinginan dong. Mau peluk, tapi gak ada pacar. Lagipula gak tau juga sih pacarnya siapa. Haha. Stop.

Saat pukul tujuh

Entah beberapa kali mencoba, tapi tetep aja….nyasar. “Dulu gue lewat sini, kok. Jalannya jelas”

Teman gue, si penunjuk arah, sebut saja Tampan. Jadi si Tampan tetep keukeuh buat ngelanjutin dengan kalimat selalu "Tar tar entar dulu", karena dia pernah nembus ke atas dan berhasil. Namun kali ini, nyatanya salah duga. Kita nyasar, men.

N-Y-A-S-A-R

Mau gue mau, gue yang emang anaknya gak mau nyasar, nyaranin buat turun aja, balik lagi ke start awal, pas kita memisahkan diri dari jalur resminya. Ditambah kondisi yang udah nyut-nyutan kakinya, mau gak mau gue harus kayak gitu.

Dan, di saat kita turun. “Kalian cepat turun. Tunggu di sana. Jangan kemana-mana.” Ternyata kita udah diliatin sama orang-orang. Mereka itu ranger. Beraaaak maksimal!

Mau gak mau kami menunggu dong. Daripada disangka yang engga-engga. Ye kan? Lalu, di saat mereka sudah menghampiri kami dan bertanya “Kalian nyasar, ya?”

Kami serentak menjawab “Enggak kok, Pak. Kami habis foto-foto aja.”

Sebelumnya, kami memang berdiskusi mau jawab apa ketika nanti mereka datang menghampiri. Daripada kami disalahkan karena memang salah. Tapi secara kami adalah keturunan Indonesia, yang memang wataknya gak nrimo kalo disalahin.

Kami sepakat saat itu untuk jawab “Engga kok Pak, kita gak nyasar. Cuma foto-foto aja.”

Kenapa begitu? Karena narsis itu gak akan pernah salah.

Note:
Penulis memahami kegiatan di atas adalah perbuatan yang melanggar peraturan. Sekaligus terbitnya tulisan ini, penulis memohon maaf jika ada pihak yang merasa terganggu untuk hal tersebut