Thursday, February 12, 2015

Guntur Episode Dua : Badai Menghadang

Melanjutkan kisah sebelumnya, mengenai pendakian guntur beberapa waktu lalu yang sempat tertunda.

Jadi, setelah pendakian sampai dengan Batu Besar. Gerimis itu menjadi hujan besar disertai angin. Kencang. Berburu dengan waktu. Kami serentak mengenakan jas hujan dan beberapa menggunakan payung. Gue, bergidik ngeri kalo ada yang menggunakan payung di sana, sudah hujan angin, kemudian tiba-tiba Thor memukul palunya dengan sangat keras.

Anginnya gede banget bro, hampir aja gue terbawa hingga entah dimana. Tetapi dengan tekad yang membara, kami melanjutkan perjalanan hingga ke puncak 2 Gunung Guntur, yang pada saat itu mengeluarkan hawa panas sehingga membuat hangat badan dan juga daleman hati gue. Gue berfikir, mana mungkin ada hawa panas yang datang kalo lagi gak nga….dem. Tapi daripada gue berfikir sendiri, mending gue nikmatin hawa panas yang baru saja datang kepada rombongan ini. 

 Enjoying cold and warm in the same time

Tertunda beberapa lama di Puncak 2, sedangkan ketua rombongan sedang pergi mencari tempat berkemah. Dan gue serta Rizki malah mau bangun tenda di atas puncak tersebut. Entah kenapa, gue malah nurut sama rencana pembangunan tenda itu. Mungkin, gue sudah terhipnotis dengan ide cemerlangnya Rizki atau mungkin memang sudah gak ada harapan buat gue untuk melanjutkan perjalanan. Sedih.

Sore itu, tempat camp menjadi masalah yang kompleks untuk rombongan kami. Sekompleks kisah cinta gue. End.

Gausah dibahas lagi. Pahit.

Beberapa teman tidak setuju dengan ide kami berdua, mereka menyatakan kami ‘gila’ sesaat. Haha.  Sebelum terjadi debat antar anggota, akhirnya ketua rombongan kembali datang. Gue dengan harap cemas, tangan gemetaran, kaki tremor, hati bergidik. Oke stop, gue lagi gak nembak cewek.

Ketua rombongan berkata, “Di depan udah ga ada tempat camp, balik lagi aja ke bawah”.
Jadi rombongan kami akhirnya kembali ke lembah antara Puncak 1 dan 2, berharap ada tempat camp yang cihuy dan yahud. Kami bergiliran untuk menuruni puncak, ada yang lari, ada yang jalan, ada juga yang jatuh. Semuanya mencari hingga berebut untuk mencapai tempat yang dinanti. Tempat membangun tenda. Tempat peristirahatan.

Lokasinya sih, oke. Lumayan lagi. Di bawah Puncak 2, namun di atas Puncak 1. Tapi, tenang bukan Woman on Top. Hujan saat itu telah membuyarkan konsentrasi semua orang. Semuanya berlomba untuk membangun tenda lebih dulu, mencari sebuah kehangatan. Kehangatan obrolan malam setiap para pendaki.

Obrolan malam pendaki selalu gue nanti, selalu gue inginkan di setiap pendakian. Mungkin, obrolan itu yang selalu buat gue kangen mendaki. Obrolan hangat di dinginnya malam gunung. Tak ada lagi paradoks di diri gue.

Tapi apa daya, ternyata struktur tanahnya itu batu. Susah banget buat masukkin pasak ke tanah. Banyak pasak yang penyok, akibat proses paksa masuk. Memang, kata teman, yang dipaksain masuk itu gak nyaman. Tapi, bener ga sih? *mikir*

“Ben, ayo bantu bangunin tendanya” Jafar berteriak.

“Iiiiya.” Gue selagi bengong karena kedinginan.

Jafar ngomel-ngomel, gue cuma bantuin masukin pasak 3 biji.

Setelah itu, gue menahan dingin lagi di antara hati yang dingin daleman yang basah. Stress. Ga ada gunanya banget ya gue. Sedih juga ga ada gunanya gini. Seketika itu juga, gue langsung mikir. Tapi karena kelamaan mikir, eh tendanya malah udah jadi. Memang sudah keberuntungan gue, eh itu sebuah keberuntungan atau bukan, ya. Hahaha
Tenda yang sudah jadi, Muehehe.

Karena tenda sudah jadi, mari kita bobo.

Sunday, February 8, 2015

4 Tips Sebelum Melakukan Pendakian

Mendaki itu adalah aktifitas yang kayaknya keliatan asik banget kalo dilihat dari tipi ataupun film-film dokumenter para petualang. Which is, dari scene-scene yang mereka tampilkan, bisa buat kita bilang begini, “Anjir, enak banget kayanya naik gunung itu. Bulan depan naiklah.”

Gak terkecuali gue, misal ngeliat temen baru turun dari Semeru, Argopuro dan gunung lainnya, gue selalu bilang, “Anjir, keren!! Besok ke sana ah, gue.”. Walaupun seringkali kata ‘besok ke sana, ah’ adalah kata-kata pemberi harapan yang mujarab, sih.

Hasilnya, seringkali gagal naik. Cedih ati incess.

Scene begini nih yang bikin kepengen
Sumber : Sini


Nah, nih gaes, mendaki itu juga perlu persiapan, perlu tenaga dan perlu pacar teman jalan. Mendaki gak gampang, tapi selalu ngangenin. Mendaki berbekaskan luka, tapi pengalamannya yang bikin bahagia.

Dari kegiatan-kegiatan mendaki amatur yang telah gue lakukan, ini beberapa tips yang mungkin bakal gue bagikan, tapi ingat, tips ini disadur dari pria yang gagal dapetin cewek.
1.    Niat

Ini hal yang sangat-sangat-duper-super penting, lho. Iya, NIAT. Misalkan, mau pergi naik gunung, janganlah sekalipun punya niatan ke mall. Karena gunung dan mall adalah dua hal yang berbeda.

Meskipun, mall itu lebih dingin daripada gunung. Dan juga mall kadang-kadang bikin gue nyasar (2 hal kedinginan dan nyasar di mall adalah sebuah rahasia pribadi si penulis, mohon jangan diumbar-umbar, please?). Niat untuk naik gunung dan nyampe puncak bahkan bisa menjadi semangat di saat kaki dan tubuh kita udah berhenti berjuang, lho. Serius. 

2.    Rute/Trek/GPX

Nah nah nah, seringkali gue ngeliatin pendaki gak punya rute ataupun peta gunung yang didaki. Hal itu jangan ditiru. Memang sudah banyak gunung yang mempunyai jalur resmi, tapi banyak juga yang gak punya jalur yang selalu keliatan, kan? Bisa aja, jalur setapak yang dibuat jejak-jejak kaki itu buat nyasar kita, tapi siapa yang tau, kan?

Trek biasanya sudah banyak yang upload, tinggal kita nyari file gpxnya. Bagaimana caranya? Tinggal search di om gugel (namagunung).gpx aja. Voila, itu banyak yang didapet. Oh iya, pasti banyak yang nanya, “Rute gitu kan biasanya pake sunto, Ben? Yang dimana harganya itu alat mahal.”. Nah, di lain kesempatan, bakal gue tulis salah satu aplikasi yang sering digunakan. Cuma butuh hape dan powerbank, kenapa powerbank? Yaiyalah, di gunung ga ada chargeran, kali, ya walaupun Cuma ada indomaret dan 711 sih di puncaknya. 

3.    Harus tau cuaca di gunung

Mau naik gunung, tapi gak tau cuaca yang bakal dihadapi. Duh, ucing ala inces nih jadinya. Jangan anggap remeh cuaca di gunung ya, gaes. Kadang-kadang, cuaca adalah hal yang mematikan. Beneran.

Jadi, saran gue, lebih baik kita taulah cuaca di gunung. Kan biasanya ga selalu akurat, Ben. Nah, makanya 3 hari sebelum pendakian, sering-seringlah buka ramalan cuaca.

Gue punya web mengenai ramalan cuaca yang okse banget, bo. Namanya Mountain Forecast, duh,  keren abis deh webnya, 90% lumayan akurat. Kalo mau ngeliat bisa di sini. 

4.    Restu

Hal terakhir yang mesti gue sampaikan sebelum melakukan pendakian. RESTU. DARI ORANG TUA, PACAR, KEPONAKAN, CALON MERTUA, CALON BAPAK TIRI, CALON ANAK TIRI ATAU DARI CALON KEMIRI. Oke lupakan.

Restu tuh sangat penting, mau dari orang tua kek, mau dari pacar, gebetan ataupun mantan sekalian, kek. Restu itu penting.

Dulu nih, ya. Gue selalu minta restu sama orang tua dan pacar juga. Makanya, gue selalu alhamdulillah selamat, walaupun biasanya pulang bawa penyakit, sih. Jangan-jangan restu mereka gak ikhlas lagi. Duh, gak boleh suudzon. Huu.



Menurut gue, pendaki yang handal adalah pendaki yang selalu pulang sampai rumah dengan selamat, bukan dengan ucapan berbela sungkawa dari teman-teman pendakinya.
 
Makanya, gue lagi libur mendaki akhir-akhir ini, karena gue gak mendapatkan restu dari pacar, sih, kan soalnya ga punya.  Ada yang mau ngasih restu? Ada? Ada? Duh, hopeless banget.

Demikian tips-tips sebelum melakukan pendakian dari pria yang selalu gagal deketin cewek yahud.

Kalau kalian punya tips selain 4 hal di atas? Bisa dong gue dikasih pacar tau juga.