Monday, April 8, 2013

Banyak Jalan Menuju Manchester

Nah, kan, Gue sudah menjalani mimpi gue untuk backpackeran, kalian gimana? Ya walaupun, backpackeran ini masih dalam tahap pembelajaran sih. Karena segala kesempurnaan adalah milik Tuhan, maka gue gak akan berbosan ria dalam mendalami pelajaran hidup. Cailah.

“Emang lo backpackeran kemana sih, Ben?”

Ah. Masih deket kok, belum jauh-jauh. Cuma keliling 3 kota besar di Jawa Tengah aja. Semacam Semarang, Jogja dan Solo. Belum begitu jauh, kan?

“Wih, lumayan keren.”

Kok lumayan, harusnya keren dong kayak gue. Haha, gue mulai terlihat garing kayak krupuk.
Perjalanan ini tadinya, berawal keinginan gue sama sohib, Ryo, untuk melakukan plesiran ke Bandung. Niatnya pengen nyari ‘peyem’ di sana. Dan entah kenapa gue kurang sreg, atau gue lebih banyak mendengar teman-teman gue melakukan travel ke Jogja. Wah pasti seru, nih, pikir gue. Jogja. Udah lama gak ke tempat itu.

Dan semenjak itu, kami mengganti arah tujuan perjalanan ini, menjadi Jogjaaaaa. Ini kali pertama gue memburu tiket kereta api. Norak banget ye gue. Ternyata, nyari tiket kereta itu gak sesulit yang gue kira. Yang paling sulitnya itu, cuma kehabisan tiket. Itu paling sulit.

Waaaa, sial. Karena bertepatan dengan hari Paskah atau libur panjang (surganya para pekerja di Jakarta yang ingin pulang kampung), tiket kereta api ekonomi jurusan Ps. Senen- Lempuyangan(Jogja) untuk tanggal 28 Maret sudah habis. Kami telat.

Lalu, kami berdua, mencari jalur alternatif lain, seperti naik bus atau numpang mobil yang ingin pulang kampung, atau mungkin juga kita nyewa ojek ke Jogja. Atau mungkin juga, mungkin apa yah. Semuanya memang serba mungkin. Seperti cinta kita yang telah bersemi, sayang *ngomong sama sandal gunung gue* 

Kami melibatkan Galih dalam melakukan perburuan tiket bus. Dia memang teman kami sekaligus kernet bus jurusan Rawamangun-Pornorogoh yang gue kenal dan paling wokeh. Tampang serem, rambut cepak. Mirip pemeran utama di film Blade. Kalo ngomongin Galih memang tiada habisnya. Dia jenaka, dan ganteng lagi. Pantes aja banyak….. (isi sendiri ya, Lih)

Gue kira, naik bus ke daerah Jawa Tengah itu semurah perjalanan gue ke sekolah dulu via Kopaja P20, Cuma 2000, atau kadang-kadang gue ngasih seribu aja. Maklum, dulu duitnya harus diirit buat nraktir pacar nonton, sih.  Namanya juga anak sekolahan, kalo gak nyari tiket nonton hemat di hari Senin, ya buat apa lagi.

Rentang harga tiket bus itu sekitar 100ribu-200ribuan, seharga dengan tiket kereta yang pake AC.  Rugi gak lo? Naik bus lama, buat kencing dan berak pun susah. Mending naik kereta, kan? Lebih murah.

Galih memang teman yang baik dan juga tidak sombong. Sebagai preman pulogadung juga, dia mencari-mencari alternatif lain buat kami berdua. So sweet, kan? Pengorbanan apalagi yang harus diperbuat Galih untuk kita. Galih memang ganteng.

Kok gue jadi promosiin Galih yang udah punya pacar, sih? Seharusnya diri gue sendiri dulu lah.

Setelah tidak mencapai kata sepakat dengan tiket bus, muka Galih dan kocek kita. Kami mengurungkan niat menggunakan bus sebagai transportasi perjalanan. Dan, akhirnya balik lagi ke stasiun Pasar Senen. Niatnya kita cuma cari tiket Jogja buat pulang pergi. Gak pengen ke tempat lain lagi.

Namun karena aral yang merintangi kami, tiket untuk Jogja-Jakarta dan sebaliknya telah ludes. Untuk tanggal 27 Maret, padahal satu jam sebelumnya masih terpampang tulisan tiket jurusan Jogja untuk tanggal tersebut masih ada.

Lagi-lagi, kami diberi harapan palsu, atau lebih tepatnya kami yang memang merencanakan perjalanan lain.

Tanpa pikir panjang, gue dan Ryo beli tiket jurusan Semarang. Karena jalur alternatif lain sudah habis juga, seperti Solo dan Purwokerto. Kalau kebanyakan orang bilang sih, “Banyak jalan menuju Roma” Gue gak sepakat. Karena Roma sudah tidak menjadi tempat destinasi wisata yang menarik lagi. Dan lebih tepatnya, tim sepakbolanya jelek. *ditimpuk romanisti*

Karena kami berdua pendukung MU sejati. Untuk sejatinya Ryo sih, kalo gue gak begitu fanatik, tapi tetep suka. Jadi ya gitu deh, ribet kan? Sama berarti kayak gue. Dan oleh sebab itu, slogan kami berdua. “Banyak jalan menuju Manchester.” Bukan ke Etihad, tapi Old Trafford. Gue curiga untuk arah kiblatnya selama gue solat, masih ke Mekkah atau pindah juga ya.

Akhirnya kita ngantri. Bukan, bukan kita, Tapi gue. Betis gue pegel, sob. Pantesan aja banyak warga Indonesia yang tidak mau mengantri. Padahal, salah satu manfaat mengantri bisa membesarkan otot betis kita, lho. Dan betis menjadi besar. Kalau sudah besar bakal calon Talas, dan jual Talas di Bogor juga udah lumayan. Ah, jiwa bisnis gue memang hebat. Walaupun terakhir kali, gue cuma dagang Jersey Grade KW Ori, lho. Dan, untungnya sih belum gulung tiker.

Dan siang itu, kami mendapatkan tiket pergi ke Semarang. Hanya pergi. Sejak saat itu, kami mulai menghitung hari. *seketika backsound Menghitung Hari-nya Krisdayanti terdengar*

Pengalaman baru lagi. Ngantri tiket kereta api. Lebih seru daripada beli di Indomaret. Soalnya penjaga Indomaret di deket tempat tinggal gue, gak begitu cakep. Jadi males ke Indomaret deh.

Ah sudahlah.
tiket kereta (liat backgroundnya)

0 comments:

Post a Comment